Selama ini, dalam pandangan masyarakat luas, kata ”cantik” selalu didentikkan dengan sosok wanita yang berkulit putih, bertubuh langsing, memiliki hidung mancung dan lain sebagainya, yang tolok ukurnya didasarkan pada kondisi fisik perempuan semata.
Kecantikan tidaklah cukup hanya diukur dari aspek lahiriah (fisik) seseorang saja. Akan tetapi, kecantikan yang sesungguhnya terletak pada kepribadian seseorang yang terwujud dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari. Yaitu kecantikan yang lahir dari dalam diri seseorang (inner beauty).
Pemahaman sebagian masyarakat yang menganggap bahwa cantik itu putih sangat dipengaruhi oleh kekuatan media dalam mengkonstruksi kecantikan. Media massa sebagai pembentuk opini publik, secara tidak langsung telah menimbulkan kegelisahan pada sebagaian besar wanita. Khususnya mereka yang tak berkulit putih. Bagaimana tidak, setiap iklan produk kecantikan yang di blow up oleh media massa, selalu menampilkan sososk wanita-wanita yang berkulit putih dan bertubuh langsing. Belum lagi dengan begitu banyaknya produk-produk kecantikan yang mengusung tema whitening, yang semakin menguatkan anggapan mereka bahwa wanita yang cantik adalah yang berkulit putih.
Pergeseran Makna
Sesungguhnya kecantikan itu adalah milik setiap wanita. Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang berhak mengklaim bahwa kecantikan itu hanya milik satu golongan saja. Wanita yang berkulit putih, sawo matang, kuning langsat bahkan hitam sekali pun sama-sama berhak menjadi cantik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cantik itu bermakna indah, elok dan rupawan. Kemudian dalam penerapannya, pemaknaan seseorang terhadap kecantikan itu berbeda dan bahkan selalu berubah dari waktu ke waktu. Konsep kecantikan seseorang di daerah tertentu boleh jadi berbeda dari konsep kecantikan seseorang di daerah lain.
Dulu, pada zaman kekaisaran Romawi, wanita cantik adalah wanita yang bertubuh gemuk, wanita yang subur, sehingga tak heran jika Julius Caesar jatuh cinta pada Cleopatra, yang menurut sejarah adalah wanita yang betubuh subur. Pada masa berikutnya, pemaknaan cantik mulai bergeser. Cantik itu kemudian dimakanai sebagai wanita yang memiliki tubuh langsing dan berkulit putih.
Sekarang, kepemilikan tubuh langsing dan kulit putih sepertinya tak lagi dijadikan ukuran mutlak seseorang disebut cantik. Dengan terpilihnya Leila Lopes sebagai Miss Universe 2011, dominasi makna cantik itu putih telah terkikis dengan sendirinya. Seperti diketahui bahwa Miss Universe adalah ajang kontes kecantikan wanita sejagad yang dijadikan referensi utama dalam memaknai kecantikan, dan ternyata Lopes mampu membuktikan kepada dunia bahwa wanita berkulit hitam sekali pun adalah cantik.
Hakikat Cantik
Berkaca dari ajang Miss Universe yang menobatkan Lopes sebagai ratu kecantikan sejagad itu, dapat ditafsirkan bahwa hakikat cantik adalah kepemilikan kemampuan-kemampuan tertentu yang membuat seseorang wanita itu benar-benar menjadi wanita seutuhnya, menjadi wanita yang anggun, sopan, dan memiliki tingkah laku yang baik. Yang ukuran-ukuran kecantikan itu didasarkan pada aspek kepribadian, bukan fisik. Kecantikan yang sesungguhnya adalah sesuatu yang bersumber dari hati, kemudian terefleksikan dalam tindakan nyata. Inilah yang disebut dengan inner beauty.
Persepsi yang mendasarkan kecantikan pada aspek lahiriah harus segera didekonstruksi. Karena jika tidak, persepsi seperti itu akan mengakibatkan diskriminasi yang kian tajam dan bisa menumbuhkan sikap rasisme.
Warna kulit, bentuk hidung, bentuk rambut, dan aspek-aspek lahiriah lainnya adalah sesuatu yang terbentuk secara alamiah. Tidak fair manakala kecantikan hanya diukur dari aspek lahiriah semata, karena secara fisik, antara manusia satu dengan yang lain itu berbeda, dan itu adalah sebuah keniscayaan dan rahmat.
Oleh karena itu, makna kecantikan sekarang ini harus mulai diarahkan pada aspek ruhaniah seseorang (inner beauty). Kecantikan yang sesungguhnya harus bisa memberikan energi positif bagi sekitarnya, sehingga kriteria kecantikan akan berubah dari yang berkulit putih dan bertubuh langsing menjadi seseorang yang memiliki kemampuan dan prestasi tinggi, yang dapat memberikan maanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain, memiliki perilaku yang baik, mau menolong terhadap sesama dan lain sebagainya. Kemudian, inner beauty itu dengan sendirinya akan terpancar dari seorang wanita yang dalam tingkah laku sehari-harinya mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan dan orang-orang di sekelilingnya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah Muhammad SAW, bersabda yang artinya: ”Sesungguhnya Allah tidak melihat seseorang dari suara dan dari wajahnya (jasad), melainkan Ia melihat hati dan perilakunya”. Hadis ini dengan tegas menerangkan bahwa kriteria fisik tidak menjadi penentu dalam menilai seseorang. Akan tetapi yang menjadi penentu dan dijadikan kriteria untuk menilai dan membedakan kualitas seseorang adalah hati dan perilakunya.
Jika pemaknaan kecantikan seperti ini disadari dan kemudian diimplementasikan oleh setiap wanita, maka tidak ada lagi kekhawatiran bagi wanita untuk tidak bisa menjadi cantik. Justru melalui pemaknaan seperti ini, setiap wanita bisa menjadi cantik suutuhnya. Dan pada akhirnya figur-figur yang dijadikan referensi sebagai wanita cantik adalah sosok seperti Siti Khadijah, Bunda Teresa, RA Kartini, Dewi Sartika, dan wanita-wanita lain yang mendedikasian hidupnya untuk memberikan manfaat bagi orang-orang di sekelingnya
Oleh: Misbahul Ulum, instruktur HMI Cabang Semarang, Senat Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Sumber: CyberNews
0 komentar:
Posting Komentar